Friday, January 13, 2012

Variasi dan Jenis Bahasa


Variasi dan Jenis Bahasa
 
2. 1     Variasi Bahasa
            Variasi secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu perbedaan atau keberanekaragaman. Namun secara lebih rinci di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, variasi yaitu tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula, selingan; bentuk yang lain, yang berbeda bentuk (rupa); hiasan tambahan; bio perubahan rupa(bentuk) yang turun temurun pada binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan; wujud pelbagai manifestasi, baik yang bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan, konsep yang mencakupi variabel dan varian. (KBBI, 2007: 1259). Variasi tidak hanya terjadi pada suatu barang atau produk, tetapi variasi juga terjadi pada bahasa. Terjadinya variasi bahasa tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat berragam. Dalam hal variasi terjadi dua pandangan yaitu:
a.         Variasi bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu.
b.        Variasi sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Variasi bahasa dibedakan berdasarkan:

2. 1. 1 Variasi dari Segi Penutur
            Variasi bahasa pertama berdasarkan penuturnya adalah variasi yang disebut idiolek yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep ini, orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya maing-masing. Variasi idiolek yang paling dominan adalah warna sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah dialek yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah atau area tertentu sehingga disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Bidang studi linguistik yang mempelajari dialek-dialek ini adalah dialektologi yang di dalamnya berusaha membuat peta batas-batas dialek dari bahasa yakni dengan cara membandingkan bentuk dan makna kosakata yang digunakan dalam dialek itu.
Variasi bahasa ketiga berdasarkan penutur yaitu kronolek atau dialek temporal yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah sosiolek atau dialek sosial yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status dan kelas sosial para penuturnya.
Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status dan kelas sosial para penuturnya maka muncul beberapa istilah yaitu;
a.         Akrolek yaitu variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya.
b.        Basilek yaitu variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan dianggap rendah.
c.         Vulgar yaitu variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar.
d.        Slang yaitu variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.
e.         Kolokial yaitu variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
f.         Jargon yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok-kelompok sosial tertentu.
g.        Argot yaitu variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi tertentu dan bersifat rahasia.
h.        Ken yaitu variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek dan penuh dengan kepura-puraan.


2. 1. 2 Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register dan digunakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan serta sarana penggunaan.
Variasi bahasa berdasarkan fungsi lazim disebut register dan biasanya dikaitkan dengan masalah dialek. Kalau dialek berkenaan dengan bahasa itu digunakan oleh siapa, dimana dan kapan, maka register berkenaan dengan masalah bahasa itu digunakan untuk kegiatan apa.

2. 1. 3 Variasi dari Segi Keformalan
Berdasarkan keformalannya, Martin Joos membagi variasi bahasa menjadi:
a.         Frozen yaitu gaya atau ragam baku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah.
b.        Formal yaitu gaya atau ragam resmi dan biasanya digunakan dalam situasi resmi. Pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar.
c.         Konsultatif yaitu gaya atau ragam usaha dan biasa digunakan dalam pembicaraan di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi.
d.        Casual yaitu gaya atau ragam santai dan digunakan dalam situasi tidak resmi.
e.         Intimate yaitu gaya atau ragam akrab dan biasa digunakan oleh penutur yang hubungannya sangat akrab.

2. 1. 4 Variasi dari Segi Sarana
            Variasi dari segi sarana dibedakan menjadi ragam lisan dan ragam tulis atau juga dalam ragam berbahasa dengan menggunakan sarana tertentu misalnya dalam bertelefon atau bertelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang tidak sama. Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini adalah karena dalam bahasa lisan dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berrupa nada suara, gerak-gerik tangan atau sejumlah gejala fisik lainnya. Lalu, sebagai gantinya harus dieksplisitkan secara verbal.

2.2 Jenis Bahasa
            Penjenisan bahasa secara sosiolinguistik yaitu menjeniskan bahasa berkenaan dengan faktor-faktor eksternal bahasa yaitu faktor sosiologis, politis dan kultural yang tentunya tidak sama dengan penjenisan secara geneologis maupun tipologis yang menjeniskan bahasa berkenaan dengan ciri-ciri internal bahasa itu.

2. 2. 1 Jenis Bahasa Berdasarkan Sosiologis
            Penjenisan berdasarkan faktor sosiologis artinya penjenisan ini tidak terbatas pada struktur internal bahasa tetapi juga berdasarkan faktor sejarahnya, kaitannya dengan sistem linguistik lain dan pewarisan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
            Stewart menggunakan empat dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis yaitu:
a.         Standardisasi atau pembakuan adalah adanya kondifikasi dan penerimaan terhadap sebuah bahasa oleh masyarakat pemakai bahasa itu akan seperangkat kaidah atau norma yang menentukan pemakaian bahasa yang benar. Jadi, standardisasi ini mempersoalkan apakah sebuah bahasa memiliki kaidah-kaidah atau norma-norma yang sudah dikondifikasikan atau tidak yang diterima oleh masyarakat tutur dan merupakan dasar dalam pengajaran bahasa baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua.
b.        Otonomi atau keotonomian yaitu bila sistem linguistik memiliki kemandirian sistem yang tidak berkaitan dengan bahasa lain. Jadi, kalau dua sistem linguistik atau lebih tidak mempunyai hubungan kesejarahan, maka berarti keduanya memiliki keotonomian masing-masing.
c.         Historis atau kesejarahan yaitu bila diketahui atau dipercaya sebagai hasil perkembangan yang normal pada masa yang lalu serta berkaitan dengan tradisi dan etnik tertentu. Jadi, faktor historis mempersoalkan apakah sistem linguistik itu tumbuh melalui pemakaian oleh kelompok etnik atau sosial tertentu atau tidak.
d.        Vitalitas atau keterpakaian yaitu pemakaian sistem linguistik oleh suatu masyarakat penutur asli yang tidak terisolasi. Jadi, unsur vitalitas ini mempersoalkan apakah sistem linguistik tersebut memiliki penutur asli yang masih menggunakan atau tidak.
Berdasarkan ada (+) dan tidak ada (-) unsur-unsur tersebut (standardisasi, otonomi, historis dan vitalitas) Stewrat membedakan adanya tujuh jenis bahasa, seperti tampak pada tabel berikut:

Dasar Penjenisan
Jenis Bahasa
Contoh
Standardisasi
Otonomi
Hostorisits
Vitallitas
+
+
+
+
Standar
Inggris
+
+
+
-
Kalsik
Latin
+
+
-
-
Artifisial
Vo-lapuk
-
+
+
+
Vernakuler
Beberpa bahasa daerah di Indonesia
-
-
+
+
Dialek
Beberapa dialek  bahasa Jawa
-
-
-
+
Kreol
*
-
-
-
-
Pijin
*

Keterangan:
Bahasa artifisial adalah bahasa buatan, seperti bahasa Vo-lapuk dan bahasa Esperanto. Bahasa atrifisial dapat pula diartikan bahasa yang yang dibuat, disusun dengan maksud untuk menjadikan bahasa pengantar (lingua franca) internasional. Jadi bukan bahsa alamiah. Bahasa jenis ini mempunyai ciri standardisasi dan otonomi tetapi tidak memiliki ciri historis dan vitalitas.
            Jenis bahasa vernakular menurut Pei dan Gaynor adalah bahasa umum yang digunakan sehari-hari oleh satu bangsa atau satu wilayah geografis, yang bisa dibedakan dari bahasa sastra yang dipakai terutama di sekolah-sekolah dan dalam kesusastraan yang ditandai dengan memiliki ciri otonomi, historis dan vitalitas tetapi tidak mempunyai standardisasi.
            Jenis bahasa yang disebut dialek memiliki ciri vitalitas dan historisitas tetapi tidak memiliki ciri standardisasi dan otonomi sebab keotonomian bahasa itu berada di bawah langue bahasa induknya.
Bahasa yang berjenis kreol hanya memiliki vasilitas, tidak memiliki ciri standardisasi, otonomi dan historis. Pada mulanya sebuah kreol berasal dari bahasa pijin yang dalam perkembangannya digunakan pada generasi berikutnya, sebagai satu-satunya alat komunikasi vebal yang mereka kuasai.
            Bahasa berjenis pijin tidak memiliki keempat dasar penjenisan. Bahasa jenis ini terbentuk secara alami di dalam suatu kontak sosial yang terjadi antara sejumlah penutur yang masing-masing memiliki bahasa ibu. Sebuah pijin biasanya terjadi di kota-kota pelabuhan tempat bertemunya pedagang dan pelaut dari berbagai bangsa dan atau suku bangsa yang berlainan dengan bahasa ibunya. Pijin terbentuk sebagai bahasa campuran dari bahasa pelaut dan pedagang itu, serta hanya digunakan sebagai alat komunikasi di antara mereka yang berbahasa ibu berbeda itu.

2. 2. 2 Jenis Bahasa Berdasarkan Sikap Politik
            Berdasarkan sikap politik atau sosial politik, bahasa dibedakan menjadi:
a.         Bahasa nasional atau bahasa kebangsaan adalah kalau sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa (dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu.
b.        Bahasa negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang dasar sebuah negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dijalankan dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang sudah merata di seluruh wilayah negara itu.
c.         Bahasa resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya.
d.        Bahasa persatuan pengangkatannya dilakukan oleh suatu bangsa dalam rangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu merupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan bangsa.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa resmi dan bahasa persatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia.

2. 2. 3 Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
            Berdasarkan tahap pemerolehannya, bahasa dapat dibedakan menjadi:
a.         Bahasa ibu lazim juga disebut bahasa pertama (disingkat B1) karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajarinya dan terjadi di lingkungan keluarga.
b.        Bahasa kedua (disingkat B2) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahasa pertama.
c.         Bahasa ketiga (disingkat B3) yaitu bahasa lain yang dipelajari setelah memperoleh bahsa kedua.
d.        Bahasa asing akan selalu merupakan bahasa kedua bagi seorang anak. Di samping itu bahasa asing ini juga bersifat politis yaitu bahasa yang digunakan oleh bangsa lain.

2. 2. 4 Lingua Franca
            Lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda. Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan adanya kesalingpahaman di antara sesama mereka. Karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau kesalingpengertian dari para partisipan yang digunakannya, maka bahasa apapun, baik sebuah langue, pijin maupun kreol dapat menjadi sebuah lingua franca.
  


DAFTAR PUSTAKA

              . 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2004. Linguistik Perkenlaan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.