ILMU HADIST DAN CABANG-CABANGNYA
A. Pengertian Ilmu Hadis
Ilmu hadis ( ’Ulum Al-Hadis ), secara kebahasaan berarti
ilmu – ilmu tentang hadis. Kata ’ulum adalah bentuk jamak dari kata ’ilm (ilmu).[1]
Secara etimologis, seperti yang dikemukakan oleh
As-Syuyuthi, ilmu hadis adalah :
علم يبحث فيه عن كيفية اتصا ل
الحديث برسول الله ص.م. من حيث احوال رواته ضبطا وعدا لة ومن حيث كيفية السند التصالاوانقطاعا وغيرذلك
Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara
persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW. dari segi hal ikhwal para rawinya,
yang menyangkut ke-dhabitan dan ke-’adil-annya dan dari bersambung dan
terputusnya sanad, dan sebagainya. [2]
Dalam hubungannya dengan pengetahuan tentang
hadis, ada ulama yang menggunakan bentuk ’ulum al-hadits,seperti Ibnu
Salah (w. 642 H/1246 M) Dalamkitabnya ’Ulum Al-Hadits, dan ada juga yang
menggunakan bentuk ’ilm al-hadis, seperti Jalaludin As-Suyuthi dalam
mukamidah kitab hadisnya, Tadrib Ar-Rawi . Penggunaan bentuk jamak
disebabkan ilmu tersebut bersangkut-paut dengan hadis Nabi SAW. yang banyak
macam dan cabangnya. Hakim An-Naisaburi (321 H/933 M-405 H/1014 M) misalnya,
dalam kitabnya Ma’rifah ’Ulum Al-Hadits mengemukakan 52 macam ilmu
hadis. Muhammad bin Nasir Al-Hazimi, ahli hadis klasik, mengatakan bahwa jumlah
ilmu hadis mencapai lebih dari 100 macam yang masing-masing mempunyai objek
kajian khusus sehingga bisa dianggap sebagai suatu ilmu tersendiri.
Secara garis besar, ulama hadis
mengelompokkan ilmu hadis tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu
hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah.
1.
Ilmu Hadits Riwayah
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu
hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa
periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah,
namun yang paling terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah definisi
Ibnu Al-Akhfani, yaitu,
علم الحديث الخا ص ب الرواية علم يشتمل على
اقوال النبي ص.م. وافعا له وروايتها وضبطها وتحرير الفا ظها.
Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW. , periwayatannya,
pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.[3]
Namun menurut ’Itr, definisi ini mendapat sanggahan dari
beberapa ulama hadis lainnya karena tidak komprehensif, tidak menyebutkan
ketetapan dan sifat-sifat Nabi SAW. definisi ini juga tidak mengindahkan
pendapat yang menyatakan bahwa hadis itu mencakup segala apa yang di misbatkan
kepada sahabat atau tabiin sehingga pengertian hadis yang lebih tepat, menurut
’Itr, adalah,
علم
يشتمل على اقوال ا لنبي ص. م.وا فعا له وتقريرته وصفا تها وروايتها وضبطها وتحرير
الفا ظها.
Ilmu
yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan
dan sifat – sifat Nabi SAW, periwayatannya, dan penelitian lafadz – lafadznya.
Ilmu
hadits riwayah mengupayakan pengutipan bebas dan cermat bagi segala sesuatu
yang bersandar kepada Nabi SAW, juga segala sesuatu yang bersandar kepada para
sahabat serta tabi’in.
Ilmu hadits
riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW. dari kesalahan dalam proses
periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya. Ilmu ini juga bertujuan agar
umat Islam men- jadikan
Nabi SAW. sebagai suri tauladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal
darinya dan mengamalkannya.
Objek
kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan
pemeliharaanya. Hal tersebut mencakup :
- Cara periwayatan hadis, baik dari segi penerimaan dan juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
- Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, dan pembukuannya.
Ulama yang dipandang paling
terkenal dan sebagai pelopor ilmu hadis riwayah adalah Au Bakar Muhammad bin
Syihab Az-Zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hedzaj (Hijaz) dan
Syam (Suriah). Dalam sejarah perkembangan perkembangan hadis, Az-Zuhri terca
tat sebagai ulama pertama yang menghimpun hadis Nabi SAW. atas perintah Umar
bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II
(memerintah 99 H/717 M-102 H/720 M).
Usaha penghimpunan, penyeleksian,
penulisan, dan pembukuan hadis secara besar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada
abad ke 3 H, seperti Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam
At-Tirmidzi dan ulama-ulama hadis lainnya melalui kitab hadis masing-masing.
2.
Ilmu Hadis Dirayah
Istilah ilmu hadis dirayah, menurut
As-Syuyuthi, muncul setelah masa Al-khatib Al-Bagdhadi,yaitu pada masa
Al-Akfani. Ilmu ini dikenal juga dengan ilmu ushul al-hadis, ‘ulum al-hadis,
musthalah al-hadis, dan qawa’id al-tahdis.[4]
Ilmu dirayah hadits
membahas masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan untuk
mengetahui apakah bisa diterima atau ditolak.
Ibnu Al-akfani
memberikan definisi Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut :
وعلم الحديث الخاص باالدراية : علم يعرف منه حقيقة الرواية وشروطها
وانواعها واحكامها وحال وشروطهم واصناف المروية وما يتعلق بها.
Dan ilmu hadis
yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat
riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi,
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.[5]
Definisi yang paling
baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin Jama’ah, yaitu,
علم بقوانين يعرف بها احول االسند والمتن
Ilmu yang
membahas pedomaan-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.[6]
Tujuan
dan faidah ilmu hadis dirayah adalah :
1.
Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu
hadis dari masa ke masa sejak masa Rasulullah SAW. sampai masa sekarang.
2.
Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah
dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
3.
Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para
ulama dalam mengklasifkasikan hadis lebih lanjut.
4.
Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan
kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hokum syara’.
B.CABANG-CABANG
ILMU HADIS
1. Ilmu Rijal Al-Hadis
Ilmu rijal al-hadis adalah ilmu yang
membahas hal ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabt, tabiin, dan
atba’ al-tabiin. Ulama hadis mendefinisikan ilmu rijal al-hadis, yaitu,
علم
يبحث فبه عن رواة الحديث من الصحا بة والتا بعين ومن بعدهم
Ilmu yang membahas para rawi hadis, baik dari kalangan
sahabat, tabiin, maupun dari generasi – generasi sesudahnya.[7]
Ilmu ini mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam ranah kajian ilmu hadis karena kajian ilmu hadis pada
dasarnya terletak pada dua hal, yaitu matan dan sanad. Ilmu rijal al-hadis
mengambil tempat yang khusus mempelajari persoalan-persoalan sekitar sanad maka
mengetahui keadaan rawi yang menjadi sanad merupakan separuh dari pengetahuan.
Diantara
kitab-kitab terkenal dalam cabang ilmu hadis ini adalah Al-Isti’ab fi
Ma’rifah Al-Ashab karya Ibnu Abdul Bar (w.463 H), Al-Ishabah fi Tamyiz
As-Shahabah, Tahzib At-Tahzib karya Ibnu HajarAl-Asqalani, dan Tahzib
Al-Kamal karya Abul Hajjaj Yusuf bin Az-Zaki Al-MIzzi (w. 742 H).
2.
Ilmu
Al-jarh wa At-ta’dil
- Al-jarh dan at-ta’dil secara Etimologis dan Terminologis
a.
Al-jarh secara etimologis merupakan bentuk mashdar, dari kata جرح يجرحه
yang berarti seseorang membuat luka pada tubuh orang lain yang ditandai dengan
mengalirnya darah dari luka itu.
b.
Al-jarh secara terminologis berarti munculnya suatu sifat dalam diri
perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatkan hafalan dan kekuatan
ingatannya, yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atau
bahkan tertolak riwayatnya. Sedang “at-tajrih” menyifati seorang perawi
dengan sifat-sifat yang membawa konsekuensi penilaian lemah atas riwayatnya
atau tidak diterima.
c.
Al-adl secara etimologis berarti sesuatu yang terdapat dalam jiwa bahwa
sesuatu itu lurus, merupakan lawan dari lacur. Orang adil berarti yang diterima
kesaksiannya. Ta’dil pada diri seseorang berarti menilainya positif.
d.
Al-adl secara terminologis berarti orang yang tidak memiliki sifat yang
mencacatkan keagamaan dan keperwiraannya. Sehingga khabar dan kesaksiannya bisa
diterima.
Pada
dasarnya, ilmu al-jarh wa at-ta’dil merupakan bagian dari ilmu rijal al-hadits,
namun karena ia dipandang sebagai bagian yang terpenting, ilmu ini dijadikan
ilmu yang berdiri sendiri.
Secara
bahasa, kata al-jarh artinya cacat atau luka dan kata al-ta’dil artinnya
mengadilkan atau menyamakan. Jadi, kata ilmu al-jarh wa at-ta’dil adalah ilmu
tentang kecacatan dan keadilan seseorang. Ilmu ini membahas mengenai para
perawi, sekitar masalah yang membuat mereka tercela atau bersih dalam
menggunakan lafadz – lafadz tertentu.
Para ulama hadis mendefinisikan al-jarh
sebagai berikut.
الجرح
عند المحدثين الطعن في راوي الحديث بما يسلب او يخل بعدالته او ضبطه
Jarh, menurut muhadditsin , adalah menunjukkan
sifat-sifat cela rawi sehingga mengangkat atau mencacatkan adalah atau
kedhabitannya. [8]
Kemudian,
para ulama hadis mendefinisikan at-ta’dil sebagai berikut,
والتعديل
عكسه وهو تزكية الراوى والحكم عليه با نه عدل اوضا بط
Ta’dil adalah kebalikan dari jarh, yaitu menilai bersih
terhadap seoramg rawi dan menghukumnya bahwa ia adil dan dhabith.[9]
Ulama
lain mendefinisikan al-jarh dan at-ta’dil sebagain berikut ,
علم يبحث عن
الرواة من حيث ماورد فى شا نهم ممايشنيهم اويزكيهم با لفا ظ مخصوصة
Ilmu yang membahas rawi hadis dari segi yang dapat
menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan
mereka, dengan lafazh tertentu.[10]
Menurut Ibnu Adi (w. 365 H),dalam
mukadimah kitabnya Al-kamil,penilaian terhadap para rawi ini telah dimulai
sejak para sahabat. Diantara para sahabat yang sering memberikan penilaian
terhadap rawi hadis ini adalah Ibnu Abbas (w. 68 H),Ubaidah Ibnu Tsamit (w. 34
H), dan Anas bin Malik (w. 93 H).
Ulama yang sering memberikan
penilaian pada zaman tabi’in adalah Asy-Syabi (w.103 H), Ibnu Sirin (w. 110 H),
said Ibnu Al-Musayyab (w. 94 H), Pada masa tabiin ini masih sedikit orang yang
dipandang cacat, namun setelah abad ke-2 Hbanyakditemukan orang-orang yang dianggap
lemah dalam meriwayatkan hadis. Kelemahan mereka adalah meng-isral-kan hadis,
adakalanya karena me-marfu’-kan hadis yang sebenarnya mauquf, dan karena ada
beberapa kesalahan yang tidak disengaja, seperti yang dilakukan oleh Abu Harun
Al-Abdari (w. 143 H).
Diantara pemuka-pemuka jarh wa
at-ta’dil Yahya Ibnu Main (w. 233 H), Ahmad ibnu Hambal (w. 241 H), Muhammad
ibnu Sa’ad (w. 230 H), ali Ibnul Madani (w. 234 H), Abu Bakar Ibnu Syaibah (w.
235 H), Ishaq Ibnu rahawali (w. 237 H). sesudah itu Ad-Darimi (w. 255 H),
Al-Bukhari (w.256 H), Al-Ajali (w.261 H), Muslim (w.252 H), Abu Zurah (264 H),
Baqi Ibnu Mukhallad (276 H), Abu Zurah Ad-Dimasyqi (w. 281 H).
- Pertumbuhan Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil
Ilmu
Al-jarh wa at-ta’dil tumbuh bersama tumbuhnya periwayatan dalam Islam. Karena
untuk mengetahui khabar-khabar yang shahih diperlukan pengetahuan tentang para
perawinya, yakni pengetahuan yang memungkinkan ahli ilmu menilai kejujuran atu
kedustaannya, sehingga mereka bisa membedakan antara yang bisa diterima dari yang ditolak. Oleh karena itu
mereka selalu bertanya tentang keadaan para perawi dan melakukan penelitian di
sela-sela kehidupan intelektual mereka.
Di
samping yang kami riwayatkan tentang al-jarh wa at-ta’dil dari Rasulullah SAW,
banyak pula khabar tentang pendapat-pendapat sahabat mengenai hal ini. Setelah
sahabat, yang berbicara tentang hal ini adalah tabi’in, generasi sesudah
tabi’in dan ahli ilmu sesudah mereka. Mereka menjelaskan hal ihwal para perawi,
mengkritik dan menta’dil mereka dengan niat mencari ridha Allah SWT.
- Metode Ulama dalam Menjelaskan Hal-ihwal Para Perawi
·
Jujur dan tuntas dalam memberikan penilaian.
·
Kecermatan dalam meneliti dan menilai.
·
Mematuhi etika al-jarh.
·
Secara global menta’dil dan secara rinci dalam mentajrih.
- Syarat-syarat Penta’dil dan Pentajrih
Ulama’
sependapat atas kewajiban terpenuhinya syarat-syarat itu dalam diri penta’dil
dan pentajrih. Siapa saja yang menekuni bidang ini harus memenuhi criteria
alim, bertakwa, wara’i, jujur, tidak terkena
jarh, tidak fanatic terhadap sebagian perawi, dan mengerti betul sebab-sebab jarh
dan adl. Dan yang tidak memenuhi syarat-syarat itu, maka kritikannya
terhadap perawi tidak bisa diterima.
- Ilm Asbab al-Wurud
Secara
etimologis, “asbabul wurud” merupakan susunan idhafah yang
berasal dari kata asbab dan al-wurud. Kata “asbab” adalah
bentuk jamak dari kata “sabab”.
Menurut ahli
bahasa diartikan dengan “al-habl” (tali), saluran yang artinya
dijelaskan sebagai segala yang menghubungakan satu benda
Pengertian ilmu asbab al-wurud adalah :
علم
يعرف به السبب الذي ورد لاجله الحديث والزما ن الذي جاء فيه
Ilmu yang
menerangkan sebab-sebab Nabi SAW.menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi SAW.menuturkan itu.[11]
Ilmu ini sangat penting untuk memahami
dan menafsirkan hadis serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan wurud
tersebut, atau mengetagui kekhususan konteks makna hadis, sebagaimana
pentingnya asbab al-nuzul dalam memahami Al-Qur’an.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab asbab
wurud al-hadis adalah Kaznah Al-jubari dan Abu Hafash ‘Umar Ibn Muhammad ibn
Raja’ (339 H). kitab yang terkenal adalah kitab Al-bayan wa At-Ta’rif yang
disusun oleh Ibrahim Ibn Muhammad al-Husaini (w.1120 H).
- Ilmu Mukhtalith Al – Hadits
هو ما يروىه ما
وصف بنوع من انواع لاختلاط
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
bersifatkan salah satu dari jenis ikhthilath (kekacauan).
Pertama, dapat
diterima hadis dari rawi yang mengalami ikhtilath, apabila ia siqah dan rawi
yang meriwayatkan darinya telah mendengarkan hadis tersebut sebelum terjadinya
ikhtilath.
Kedua, Tertolak
hadis dari seorang yang mengalami ikhtilath, apabila rawi yang meriwayatkan
hadis darinya mendengarkan hadis setelah ia mengalami ikhtilath.
Ketiga; seorang
mukhtalith riwayatnya tertolak apabila ia dla’if, baik orang yang
meriwayatkannya mendengar sebelum ia mengalami ikhtilat, atau setelahnya. Yang
demikian itu karena hadisnya tertolak karena illah (sebab) yang lain, bukan
karena ikhtilath. Apabila disandarkan kepadanya ikhtilath, maka menolak
hadisnya lebih utama.
Keempat;
Mendiamkan hadis rijal mukhtalith yang siqah, apabila riwayat orang yang
mendengarnya sebelum ikhtilath dan sesudahnya sehingga hadisnya diketahui
derajatnya. Apabila ada kesesuaian dengan para rawi yang siqat, maka hadisnya
dapat diterima, apabila tidak sesuai maka hadisnya tertolak.
BAB III
KESIMPULAN
Secara garis besar, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadis
tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni ilmu hadis riwayah dan ilmu
hadis dirayah.
·
Ilmu Hadis Riwayah adalah Ilmu yang membahas ucapan,
perbuatan, ketetapan dan sifat – sifat Nabi
SAW, periwayatannya, dan penelitian lafadz – lafadznya.
- Ilmu hadits riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW. dari kesalahan dalam proses periwayatan atau dalam penulisan dan pembukuannya.
- Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan hadis secara besar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke 3 H.
- Ilmu Hadis Dirayah adalah Ilmu yang membahas pedomaan-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
- Ilmu rijal al-hadis adalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para rawi dari kalangan sahabt, tabiin, dan atba’ al-tabiin.
- Pada dasarnya, ilmu al-jarh wa at-ta’dil merupakan bagian dari ilmu rijal al-hadits, namun karena ia dipandang sebagai bagian yang terpenting, ilmu ini dijadikan ilmu yang berdiri sendiri.
- Ilmu Asbab Al Wurudh adalah Ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi SAW.menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi SAW.menuturkan itu.
- Ilmu Mukhtalith Al- Hadis adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang bersifatkan salah satu dari jenis ikhthilath (kekacauan).
DAFTAR
PUSTAKA
Yuslem, Nawir,
DR. MA., 2010. Ulumul Hadis. Jakarta. PT Mutiara Sumber Widya,
Al-Khatib,
Muhammad ‘Ajjaj. 2007. Ushul Al- Hadits. Terj. M. Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq.
Jakarta. Gaya Media Pratama.
Suyadi, M. Agus
Solahudin, dan Agus. 2009. Ulumul Hadis. CV. Pustaka Setia
[1]
Nuruddin ‘Itr. Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadis. Terj. Mujio. Andung :
Remaja Rosda Karya. 1994. hlm. 13
[2]
As-suyuthi. Tadrib Ar-Rawi fi Syarh Taqrib An-Nawawi. Beirut: Dar
Al-Fikr. 1409H/1988. hlm. 5-6
[3] Ibid.
hlm. 4.
[4]
As-Suyuthi. Op. cit. hal. 5.
[5]As-Suyuthi,
Tadrib al-Rawi h. 40.
[6]
‘Itr. Op. cit. hlm. 16
[7] M.
Hasby Ash-Shiddiqiy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang. 1987. hlm. 153.
[8] ‘Itr.
Op. cit. hlm. 77
[9] Ibid.
hal. 78
[10]
Shubhi As-Shalih. ‘Ulum Al-Hadis wa Mushthalahuh. Beirut: Dar Al-Ilmnli Al-Malayin. 1997. hlm. 109.
[11]
Soetari. Op. tic. hlm. 212.