Thursday, December 8, 2011

Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an




Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena atas rahmat dan karunia-Nya, berupa iman, ilmu, dan kesehatan, sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul penulisan makalah ini adalah “Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah turunnya Al-Qur’an dan penulisan Al-Qur’an pada masa nabi dan pada masa Khulafa al-Rasyidun yang kami sajikan berdasarkan beberapa sumber yang mendukung penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan dorongan dari semua pihak , maka penulisan makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna,untuk itu kami memohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi pembaca yang berminat pada umumnya.






Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................. 1
Daftar Isi ....................................................................................................... 2
BAB I
A) Pengertian Nuzul Al-Qur’an ………………………………………….... 3
B) Tahap dan Fase Nuzul Al-Qur’an …………………………………........ 4
BAB II
C) Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an Berangsur-angsur .......................... 7
D) Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Nabi .................................................... 9
E) Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Khulafa Al-Rasyidun ......................... 12
BAB III
F) Penyempurnaan Pemeliharaan Al-Qur’an Setelah Masa Khulafa Al-
Rasyidun .................................................................................................... 13
G) Rasm Al-Qur’an ........................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA




BAB I

PENGENALAN
Allah SWT telah menurunkan al-Qur’an sebagai satu mukjizat yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Qur’an serta menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadat. Ia merupakan satu kitab panduan hidup manusia dan rujukan utama di samping sunnah Rasulullah. Al-Qur’an dinukilkan kepada kita secara mutawatir, pasti dan qat’i dan ditulis mashaf yang hari ini lebih dikenali sebagai mashaf ‘Uthmani. Adalah wajar bagi kita umat Islam mengkaji sejarah al-Qur’an dan perkara yang berkaitan dengannya. Penulisan ini akan mengemukakan satu perbincangan mengenai penurunan al-Qur’an (Nuzul al-Qur’an) salah satu aspek daripada pengajian “Ulum al-Qur’an


A) PENGERTIAN NUZUL AL-QUR’AN

Daripada segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ berarti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya nazala’ (نزل) membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Sebenarnya penggunaan istilah Nuzul al-Qur’an ini secara majaz atau simbolik sahaja yang bermaksud pemberitahuan al-Qur’an. Tujuannya untuk menunjukkan ketinggian al-Qur’an. Al-Qur’an pula bermaksud bacaan atau himpunan. Ia dikatakan bacaan karena al-Qur’an itu untuk dibaca oleh manusia. Ia juga dikatakan himpunan karena dalam al-Qur’an itu terhimpun ayat-ayat yang menjelaskan pelbagai perkara yang meliputi soal tauhid, ibadat, jinayat, muamalat, munakahat dan sebagainya.

Pengertian Nuzulul Qur’an adalah ”Peristiwa diturunkannya wahyu Allah SWT (AL-Qur’an) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril as secara bertahap”. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Qur’an sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, “Dia yang telah…..menurunkan hujan.” (al-Baqarah:22), “Dialah….yang menurunkan Taurat Dan Injil.” (Ali Imran:3) Dan banyak lagi ayat-ayat lain.

Peristiwa Nuzul al-Qur’an terjadi pada malam Jum’at, 17 Ramadhan, di Gua Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan mukjizat yang paling besar yang dikurniakan kepada Nabi Muhammad SAW. Kita hendaklah beriman dan mempercayai isi kandungan al-Qur’an. Beriman dengan al-Qur’an merupakan salah satu dalam Rukun Iman

Sejarah al-Qur’an: Salah satu peristiwa agung dalam sejarah umat Islam ialah turunnya kitab suci al-Qur’an atau disebut Nuzul al-Qur’an. Peristiwa itu dikisahkan dalam al-Qur’an, melalui firman Allah yang bermaksud:
“Ramadhan yang padanya diturunkan al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk dan menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah” (Surah al-Baqarah, ayat 185)






Tahap – tahap turunnya Al Qur’an.
Yang dimaksud dengan Tahap – tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase – fase disampaikan kitab Suci Al-Qur’an, mulai dari sisi allah SWT hingga langsung kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak seperti Kitab – Kitab Suci sebelumnya. Sebab, Kitab Suci ini kebanyakan diturunkan secara bertahap – tahap, sehingga betul – betul menunjukkan kemu’jizatannya. Disamping itu, penyampaian Kitab Suci tersebut sangat luar biasa, yang tidak diliki oleh kitab – kitab sebelumnya.
Tahap – tahap diturunkannya Al-Qur’an ada tiga fase atau tahapan, seperti yang akan dijelaskan berikut dengan dalil, cara-cara turun, dan hikmahnya :


a. Tahap Pertama
Tahapan Pertama, Al-qur’an diturunkan / ditempatkan ke Lauh Mahfudh. Yakni, suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara definitif / pasti.Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-qur’an itu ditempatkan di Lauh mahfudh itu ialah keterangan Firman Allah SWT:
” Bahkan ( Yang didustakan mereka ) itu ialah al-Qur’an yang mulia yang tersimpan di lauh mahfudh.” ( QS. Al Buruj : 21 – 22 )
Tetapi mengenai sejak kapan Al-quran ditempatkan di Lauh mahfudh, dan bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal ghaib tidak ada yang mampu yang mengetahuinya, selain dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui segala hal yang tersembunyi. Namun, mengenai bagaimana cara turunnya Al-qur’an itu ke lauh mahfudh dapat di sistematiskan secara sekaligus keseluruh al-Qur’an itu.


b. Tahapan Kedua
Tahapan kedua, Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah di Langit dunia.Jadi, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul Izzah di Langit Dunia atau Langit terdekat dengan bumi ini.Banyak dalil yang menerangkan penurunan Al-Qur’an tahapan kedua ini, baik dari ayat Al-Qur’an ataupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut :
  • Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada suatu malam yang diberkahi. ( QS. Ad-Dukhon : 3 ).
  • Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada malam kemuliaan. ( QS. Al-Qadri : 1 ).
  • ” ( Beberapa hari itu ) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan ) Al-Qur’an ”. ( QS. Al-Baqarah : 185 ).
Hadits Riwayat Hakim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda :
“Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langir dunia, kemudian mulailah malaikat jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW”( HR. Hakim dari Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas RA. ).

Hadits Riwayat An-Nasa’i, Hakim, dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. Beliau berkata :
“Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia pada Malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan ( Sedikit demi sedikit ) selama 20 tahun”( HR. An-Nasa’i dari Ibnu Abbas RA. ).

Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu Abbas RA beliau berkata :
“Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia, dan hal itu adalah seperti perpindahan bintang-bintang, allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sebagian setelah sebagian ( yang lain )” ( HR. Hakim, Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. ).

Semua dalil ayat dan Hadits-Hadits tersebut diatas menunjukkan turunnya Al-Qur’an tahap kedua ini dan turunnya, yaitu secara sekaligus turun seluruh isi Al-Qur’an dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah dilangit dunia.Dari Sama’ al-Dun-ya, atau tepatnya di Bait al-Izzah kemudian Malaikat Jibril membawa lafadh Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, secara berangsur-angsur. Dan lafadh yang dibawa Malaikat Jibril untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah Kalam Allah yang disebut Al-Qur’an.

Baik Jibril yang menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW maupun Nabi Muhammad sendiri yang menerima Kalam Allah itu, samasekali tidak mempunyai otoritas menyusun apalagi mengubahnya. Segala sesuatunya baik dalam susunan kalimat maupun maknanya merupakan wewenang Allah SWT. Dan susunan kalimat, berikut isi kandungan Al-Qur’an adalah Mu’jiz, artinya, susunan dan kata letak huruf-huruf Al-Qur’an adalah Mu’jizat yang tak tertandingi oleh susunan kata dan huruf mahluk manapun.
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah ada tiga hal sebagai berikut :
  1. Menunjukkan kehebatan dan kemu’jizatan Al-Qur’an, yang turunnya tidak sama dengan kitab-kitab suci yang lain, tetapi berbeda dan secara khusus, yaitu dengan diturunkan secara bertahap-tahap.
  2. Menjelaskan kebesaran Nabi Muhammad SAW yang menerimakitan suci Al-Qur’an ini, yang tidak diterimanya langsung secara sekali diterima, melainkan diatur secara bertahap. Mula-mula di tempat Lauh Mahfudh, lalu ke Baitul Izzah secara sekaligus, baru kemudian disampaikan langsung kepada beliau secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
  3. Memberitahukan kepada para Malaikat dan para Nabi serta para Rasul terdahulu, mengenai kemuliaan dan ketinggian Nabi Muhammad SAW sebagai rasul penghabisan, dan kitab suci terakhir yang diterimanya.

c. Tahapan Ketiga

Tahapan Ketiga, Al-Qur’an turun dari Baitul Izzah dilangit dunia langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, baik melalui perantaraan Malaikat Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad SAW, maupun dari balik tabir.
Dalilnya, ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi, antara lain :
  • Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” ( QS. Al-Baqarah ; 99 ).
    • ”Dia-lah yang menurunkan Al-Qur’an kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an, dan yang lain (ada ayat-ayat) yang mutasyabbihat.” ( QS. Ali Imran :7 ).
    • ”Ia ( Alquran ) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin(Jibrl) ke dalam hatimu ( Muhammad ) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang – orang yang memberi peringatan .” ( QS.Asy – Syu’ara :193 – 194).
  • ”Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW seraya berkata: ” Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu datang kepadamu ? Maka Rasulullah SAW bersabda: ” kadang-kadang datang kepadaku seperti gemurunnya bunyi lonceng, dan itu paling berat bagiku. Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah mengusai apa yang sudah diucapkannya. Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka aku kuasai apa yang dikatakannya.” Aisyah lalu berkata: ” Saya pernah melihat beliau wahyu pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau, maka bercucurlah keringat dipelipis beliau.” ( H.R. Al-Bukhari ).




BAB II



Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sekaligus satu kitab. Tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat dan ayat-perayat. sebagaimana yang kita ketahui segala sesuatu yang Allah kehendaki itu mengandung hikmah dan memiliki tujuan. Nah begitu juga dengan proses turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Diantara hikmah atau tujuannya adalah sebagai berikut.

Yang pertama Untuk menguatkan hati Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Alloh subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-furqon ayat 32 yang artinya :
“Berkatalah orang-orang yang kafir : “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”.

Ayat tadi menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan al-Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak turun langsung berbentuk satu kitab dengan tujuan untuk meneguhkan hati Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Nabi Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih sering, yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira dengan kegembiraan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Hikmah kedua adalah : Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari al-Qur’an

Allah menantang orang-orang kafir untuk membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti al-Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.

Hikmah yang ketiga adalah : Supaya mudah dihapal dan dipahami.

Dengan turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; al-Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat al-Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata:
Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat. (Hadist Riwayat Baihaqi)

Hikmah keempat adalah : Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya.

Kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Apalagi pada saat ada peristiwa yang sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah ummul mukminin Aisyah radiyallahu’anha, dan ayat-ayat tentang li’an.

Hikmah yang kelima adalah : Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.

Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur,yakni dimulai dari masalah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka pertama kali yang diprioritaskan oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitabnya, para rasulnya, iman kepada hari akhir, kebangkitan dari kubur, surga dan neraka.

Setelah akidah Islamiyah itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan hukum syari’ah lainnya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini.

Untuk lebih memperjelas poin ini kita dapat simak contohnya :

Pertama Surat Al-An’am yang termasuk surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram. Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, dapat kita lihat dalam surat al isro ayat 32.Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian.
Contoh kedua Tentang ayat-ayat pengharaman khamer, yang pertama kali turun ialah ayat yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 67 yang artinya;
“Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …”

Kemudian yang berikutnya turun di surat Al-Baqarah ayat 219. Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat.

Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat, bisa kita baca dalam surat An-Nisaa’ ayat 43.Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi dalam surat al-Maidah ayat 90:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, mari kita simak apa yang dikatakan oleh ummul mukminin Aisyah rodhiyallohu ‘anha, yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyi: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.Hadis ini diriwayatkan Imam Bukhari.


D) PENULISAN AL-QUR’AN PADA MASA NABI

Pada waktu Al-Qur'an turun, sudah banyak sahabat-sahabat yang pandai menulis.
Di Makkah setidaknya sudah ada 7 orang sahabat, Misalnya : Muawiyah dan Yazid keduanya putera Abu Sufyan, Umar ibn Khathab, Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas'ud, Thalhah ibn Abdullah, Abu Ubaidah ibn Jarah, Hudzaifah ibn al-Yaman, Abu Hurairah, Abu al-Darda' dan Abu Musa al-Asy'ari.

Di al-Madinah al-Munawwarah minimal ada 10 orang. Misalnya : Saad ibn Zurarah, al-Mundzir ibn Umar, Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit, Rafi' ibn Malik, Asir ibn Mudhar, Ma'n ibn Adiy, Abu Ain ibn Katsir, Aus ibn al-Khuli, Basyir ibn Said dan Abdullah ibn Said ibn Umaiyah yang ditunjuk Nabi sebagai guru membaca dan menulis, serta Hassaan ibn Tsabit yang penyair terkenal di kalangan para sahabat. Dan di kalangan wanita adalah al-Syifa binti Abdullah al-Adawiyah, Hafshah binti Umar isteri Nabi.

Setiap ayat turun Nabi selalu memerintah sahabat untuk menulisnya. Di antaranya beliau bersabda:
اَلْقِ الدّوَاةَ ، و حَرِّفِ الْقَلَمَ ، وَ اَنْصِبِ الْبَاءَ ، وَ فَرِّقِ السِّيْنَ ، وَ لاَ تُعَوِّرِ الْمِيْمَ ، وَ حَسِّنِ اللّهَ، وَ مُدّ الرّحْمَانَ، وَ جَوِّدِ الرّحِيْمَ ، وَ ضَعْ قَلَمَكَ عَلَى أُذُنِكَ الْيُسْرَى ، فَإِنّهُ اَذْكَرُ لَكَ .
Artinya : “Teteskanlah tinta, goreskan pena, tepatkanlah "Ba'",bedakanlah "Sin", jangan bengkokkan "Mim", perindahlah tulisan "Allah",panjangkan "al-Rahman", perelok "al-Rahim",letakkanlah penamu di atas telinga kirimu, karena yang demikian lebih mudah mengingatkanmu.”

Nabi juga pernah menyuruh sahabat agar mereka belajar al-Qur'an kepada Salim (yang gugur pada pertempuran di Yamamah, yang terjadi ketika Abu Bakar menjadi Khalifah), Mu'adz (wafat di zaman Khalifah 'Umar), 'Abdullah ibn Mas'ud (wafat di zaman Khalifah 'Utsman), dan Ubai ibn Ka'ab (wafat di zaman Khalifah 'Utsman) juga. pernah mengirim Mush'ab ibn 'Umairah dan Ibn Ummi Maktum ke al-Madinah untuk mengajarkan Islam dan al-Qur'an. Dan ketika hijarah ke al-Madinah Nabi mengirim Mu'adz ke Makkah untuk missi yang sama. Karena itu di Masjid Nabi setiap saat selalu ramai sahabat yang belajar al-Qur'an dan Nabi pun menganjurkan belajar tulis-menulis, Setelah perjalanan sejarah sekian lama, beberapa sumber menyebutkan sebagaimana berikut :

1. IBN AL-NADIM (W.1047 M) (dalam bukunya al-Fahrasat) :
'Ali ibn Abi Thalib,Ubai ibn Ka'ab,Abu al-Darda',Mu'adz ibn Jabal,Abu Zaid,Sa'ad ibn 'Ubaid,'Abdullah ibn Mas'ud,'Abid ibn Muawiyah

2. AL-ZARKASYI (1355-1404 M) (dalam bukunya al-Burhan) :
'Utsman ibn 'Affan,Zaid ibn Tsabit,Ubai in Ka'ab,Abu al-Darda',Mu'adz ibn Jabal,Abu Zaid,Sa'ad ibn Ubaid,Tamim al-Dari,Abu Musa al-Asyari,Salim Maula Hudz,'Abdullah ibn 'Umar,'Uqbah ibn 'Amir

3. IBN HAJAR (1373-1449 M) (dalam bukunya Fath al-Bari) :Abu Bakar,'Umar ibn Khathab,'Utsman ibn 'Affan,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Ubai ibn Ka'ab,Mu'adz ibn Jabal,Mu'awiyah,al-Mughirah,Zubair ibn al-'Awam,Syarahbil ibn Hasana,'Abdulla ibn Ruwahah

4. IBN KATSIR (W. 1384 M) (dalam bukunya al-Bidayah) :Abu Bakar ,'Umar ibn Khathab,'Utsman ibn 'Affan,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Ubai ibn Ka'ab,Mu'awiyah,Tsabit ibn Qais ,Abban ibn Sa'id,Arqam ibn Abi Arq,Hanzhalah ibn Robi',Khalid ibn Sa'id, dll.

5. AL-SUYUTHI (1445-1505 M) (dalam bukunya al-Itqan) :
Abu Bakar,'Umar ibn Khathab,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Abu Huzaimah
Mereka menulis dan mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur'an yang berserakan di beberapa tempat seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, daun, kulit dan tulang berdasarkan bacaannya apa adanya, baik susunan bahasa maupun kata-katanya, apakah dari bahasa Hijaz atau bukan, dari bahasa Arab atau tidak, berbeda tata-tulisnya atau tidak sesuai dengan kecakapan dan lahjah masing-masing. Kegiatan tersebut berlangsung sejak dari masa-masa al-Qur'an turun di Makkah selama 13 tahun, sampai di al-Madinah selama 10 tahun,baik yang turun di waktu Nabi sedang berada di rumah atau tidak.

Kemudian tulisan-tulisan itu disimpan di rumah Nabi dalam keadaan belum berupa satu bendel.di samping di antara mereka ada yang menyimpan untuk diri sendiri, seperti 'Umar ibn al-Khathab, 'Ali ibn Abi Thalib, Ubai ibn Ka'ab, 'Abdullah ibn Mas'ud, Ibn 'Abbas, termasuk istri-istri Nabi yaitu 'Aisyah, Hafshah dan Ummu Salamah, yang di antara sisanya masih tersimpan di Damaskus.

Setiap tahun Malaikat Jibril selalu datang kepada Nabi untuk memantapkan bacaan, bahkan di akhir hayat beliau Jibril dua kali turun. Semua bacaan yang Rasul Allah hafal selalu beliau sampaikan kepada sahabat yang sedang beliau hadapi banyak atau sedikit, dari satu Kabilah atau bermacam-macam kabilah, karena beliau bersifat Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah, baik satu ayat, dua atau tiga dan lebih banyak lagi, dan beliau bacakan persis seperti yang diajarkan Jibril, karena Allah menjamin keutuhannya di dalam diri beliau (al-Qiyamah:16-20).

Maskipun demikian, urut-urutan surah dan ayat yang mereka hafal mereka tulis sesuai dengan ajaran Nabi yang beliau terima secara Tauqifi (wahyu) dari Allah karena mereka selalu mendengar bacaan beliau, "termasuk basmalah" di setiap awal surah. Sedang pemberian nama-nama surah, masih diperselisihkan apakah "Tauqifi" atau "Taufiqi". Adapun pembagiannya menjadi 30 juz dan lain sebagainya adalah oleh para ulama berikutnya.

Karena perbedaan dialek, al-Qur'an diturunkan dengan "سبعة احرفُ" (Tujuh macam tata-baca), untuk memberikan kemudahan bagi umat. Kemunculan "Tujuh Huruf" tersebut tidak sama dengan "Qira'ah Sab'ah" yang ditulis Ibn Mujahid. Perbandingannya penulis rangkum dalam tabel berikut :

SAB'ATU AHRUF
1. Tidak berarti hanya tujuh macam cara bacaan.
2. Ada sejak awal mula turunnya Al-Qur'an.
3. Diajarkan semuanya oleh Rasul Allah saw. kepada shahabat.
4. Disandarkan pada ajaran beliau semata, yang diajarkan Jibril.
5. Mencakup semua baca-an yang diajarkan oleh Nabi saw.
6. Sab'atu Ahruf sama dengan bermacam-macam cara mem-bacanya.

QIRA'AH SAB'AH
1. Semata-mata hanya tujuh macam cara bacaan saja.
2. Mulai ada pada abad ke-3 / 4 hijriyah saja.
3. Bacaan-bacaan yang dihimpun oleh Ibnu Mujahid.
4. Disandarkan pada seleksiIbn Mudjahid dari bacaan yang masyhur.
5. Merupakan sebagian saja dari Sab'atu Ahrufnya Nabi saw.
6. Qira'ah Sab'ah memang benar-benar tujuh, berdasarkan seleksi Ibnu Mujahid tersebut

Dengan wafatnya Nabi Muhammad, maka wahyu tidak turun lagi. Maka Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafa’ur Rasyidin sesuai dengan janji-Nya akan menjaga dan memelihara Al-Qur’an. Pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin Khatab. Pengumpulan Al-Qur’an di masa Nabi Muhammad dinamakan : penghafalan dan pembukuan yang pertama.
Sebab-sebab pada masa Nabi Muhammad, Al-Qur’an belum di tulis dan dibukukan dalam satu mushaf yaitu :
1. Karena tidak ada faktor pendorong untuk di bukukannya Al-Qur’an dalam satu mushaf.
2. Karena diturunkan secara berangsur-angsur.
3. Selama proses turunnya Al-Qur’an masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat yang di Masukh.

E) PENULISAN AL-QUR’AN PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDUN


1. Pada Masa Abu Bakar

Pada waktu Abu Bakar menjadi khalifah, banyak orang pada murtad sehingga Abu Bakar memerangi mereka. Perang Yamamah (12 H) menyebabkan 70 para sahabat penghafal Al-Qur’an gugur mati syahid. Umar bin Khatab kawatir , kalau-kalau peperangan di tempat lain akan membunuh banyak penghafal Al-Qur’an sehingga Al-Qur’an akan hilang dan musnah. Maka akhirnya Umar mengusulkan dan membujuk Abu Bakar supaya Al-Qur’an mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan terakhir kali.

Zaid bin Tsabit mulai bekerja dengan bersandar pada hafalan para sahabat dan catatan para sahabat. Kemudian lembaran-lembaran (mushaf) itu di simpan di tangan Abu Bakar sampai wafat 13 H. lalu mushaf berpindah ketangan Umar bin Khatab sampai belia wafat. Lalu mushaf berpindah ketangan Hafsah binti Umar. Pada waktu Utsman menjadi khalifah mushaf di minta Utsman.

Ciri-ciri penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar yaitu :
1) Seluruh ayat Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2) Ayat-ayat yang telah mansukh/dinasakh tidak ada.
3) Seluruh ayat Al-Qur’an yang ditulis diakui ke mutawatirannya.

2. Pada Masa Utsman bin Affan
Pada waktu Utsman berkuasa, para sahabat penghafal Qur’an hidup berpencar, karena daerah Islam semakin luas. Penduduk Syam berguru membaca Al-Qur’an dengan qiraat Ubay bin Ka’ab. Penduduk Kufah berguru membaca Al-Qur’an dengan qiraat Abdullah bin Mas’ud dan penduduk Basra berguru membaca Al-Qur’an dengan qiraat Abu Musa Al-Asy’ari dll.Bahwa versi qiraat yang diajarkan masing-masing sahabat itu berbeda-beda satu dengan sahabat lainnya. Masing-masing mengganggap versi mereka yang paling betul dan mereka saling menyalahkan dan nyaris saling mengkafirkan di antara mereka.

Khalifah Utsman kawatir dengan melihat keadaan seperti diatas, lalu para sahabat dipanggil semua dan Utsman mengutarakan maksudnya, yaitu bagaimana jalan keluarnya untuk mengatasi masalah yang cukup serius itu. Hasil kesepakatannya adalah mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf dan dikirim kebeberapa daerah. Dan dibentuklah tim yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdullah bin Harits bin Hisyam.

Utsman minta mushaf yang disimpan Siti Hafsah diserahkan kepadanya lalu mushaf diserahkan kepada tim untuk disalin kembali dan setelah selesai dikembalikan ke Siti Hafsah kembali. Setelah mushaf hasil kerja tim selesai maka diperbanyak dan dikirim ke berbagai daerah. Mushaf-mushaf lain ada pada waktu itu supaya dibakar. Penulisan mushaf kembali pada masa Khalifah Utsman telah menjadi rujukan umat Islam dan menghilangkan perselisihan serta perpecahan di antara mereka waktu itu.

Ciri-ciri mushaf pada khalifah Utsman bin Affan yaitu :
1) Semua ayat Al-Qur’an berdasarkan riwayat yang mutawatir.
2) Ayat-ayat yang dimansukh/dinasakh tidak ada.
3) Surah-surah atau ayat-ayatnya ditulis dengan tertib sebagaimana Al-Qur’an yang berada ditangan umat Islam sekarang ini.
4) Pendapat sahabat nabi sebagai penjelasan ayat tidak ditulis.
5) Mushaf yang ditulis mencakup tujuh huruf dimana Al-Qur’an diturunkan.



BAB III

F) PENYEMPURNAAN PEMELIHARAAN AL-QUR’AN SETELAH MASA KHULAFA’ AL-RASYIDUN.

Mushaf yang ditulis pada masa Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik. Setelah umat Islam bertambah banyak mereka kesulitan dalam membaca. Maka pada masa Khalifah ‘Abdul Malik(685-705) dilakukan penyempurnaan. Dua orang yang berjasa adalah ‘Ubaidillah bin Ziyad dan Hajaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Penyempurnaan dilakukan secara bertahap sampai abad 3 H (akhir abad 9 M). ada tiga orang yang disebut-sebut sebagai pemberi tanda titik pada mushaf Utsman, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Du’ali, Yahya bin Ya’mar (45-129 H) dan Nashr bin ‘Ashim Al-Laits . Yang meletakkan hamzah, tasydid, ar-raum dan Al-isymam adalah Al-Khalil bin Ahmad Al-Farabi Al-Azdi.

Khalifah Al-Walid (86-96 H) memerintahkan Khalid bin Abi Al-Hyyaj untuk menulis mushaf Al-Qur’an. Tahun 1530 M pertama kali Al-Qur’an dicetak di Bunduqiyah, ketika dikeluarkan, penguasa gereja memerintahkan supaya Al-Qur’an dimusnahkan.

Tahun 1694 M dicetak kembali oleh orang Jerman bernama Hinkelman di Hamburgh (Jerman). Tahun 1698 dicetak oleh Marracci di Padoue.
Tahun 1787 dicetak dengan label Islam oleh Maulaya ‘Utsman di Sain Petesbourg Uni Soviet (Rusia).
Tahun 1248H / 1828 M dicetak di Teheran Iran.
Tahun 1833 dicetak di Tabris.
Tahun 1834 di cetak di Leipzig Jerman.
Tahun 132 H / 1923 M di Negara Arab, Raja Fuad dari Mesir membentuk panitia khusus yang dipelopori para Syeikh Al-Azhar untuk penerbitan Al-Qur’an. Mushaf yang pertama terbit di Negara Arab ini sesuai dengan riwayat Hafsah atas qiraat ‘Ashim . setelah itu Al-Qur’an banyak dicetak di negara-negara lain.


 
  1. Pengertian Rasm Al-Qur’an
Rasm Al-Qur’an/Rasm Utsmani/Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Kaidah-kaidah Rasm Al-Qur’an yaitu :
1) Al-Hadzf (membuang, menghilangkan/menambah huruf)
2) Al-Ziyadah (penambahan)
3) Al-Hamzah
4) Badal (penggantian)
5) Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan)
6) Kata yang dapat dibaca dua bunyi


1) Rasm Utsman bersifat Tauqifi, yaitu bukan produk manusia yang wajib diikuti ketika menulis Al-Qur’an.
2) Rasm Utsman bukan Tauqifi tapi merupakan kesepakatan cara menulis Al-Qur’an yang disetujui Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti.
3) Rasm Utsman bukan Tauqifi jadi tidak menyasahi bila menulis Al-Qur’an tidak menggunakan Rasm Utsman.


Mushaf Utsman yang tidak berharakat dan bertitik masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qiraat seperti qiraat 7, 10 dan 14. Maka Ibnu Mujahid melakukan penyeragaman cara membaca Al-Qur’an dengan 7 cara saja (qiraat sab’ah). Malik bin Anas melakukan hal yang sama, dengan tegas menyatakan bahwa salat yang dilaksanakan menurut bacaan Ibnu Mas’ud adalah tidak sah.



Daftar Pustaka
  1. Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Qur’an, Remaja Rosdakarya Bandung, 1994
  2. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994
  3. Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A., Ulumul Qur’an, Dunia Ilmu Surabaya 2000